Sunday, December 23, 2018

confession of an ordinary woman

halo
assalamuallaikum,
apa kabar kalian semua?

Tahun 2018 sudah menjelang masa penghabisan nih, sudah masa-masa nya merefleksikan hidup sepanjang tahun 2018 kemarin. Untuk saya, banyak sekali yang harus saya refleksikan dan harus saya jadikan bahan renungan untuk perbaikan diri dimasa yang akan datang. Duh, seperti nya berat ya bahasan kali ini, tapi sharing is caring. Semoga apa yang akan aku tulis ini bisa bermanfaat bagi kalian yang membaca. ^^

Semakin bertambah usia, semakin banyak tantangan dalam hidup kita. Itu yang aku rasakan tahun 2018 ini. Berbagai alur kehidupan, naik-turun, cobaan-anugerah, senang-sedih, dapat terlalui selama 34 tahun hidup saya (iya betul usia saya 34 tahun).  Sebagian terlupakan, sebagian meninggalkan bekas, namun semua membentuk karakter saya saat ini.
Long story short, suatu hari pada bulan Maret saya merasakan saya ga sanggup lagi menghadapi keadaan yang ada di hidup saya pada saat itu. Saya merasakan perasan yang bercampur aduk yang membuat pikiran saya buntu, perasaan saya sungguh mellow dan sejujurnya saya sempat kehilangan semangat hidup. Setelah curhat dengan seorang sahabat, dia menyarankan saya untuk menemui psikolog. 

Bertemu dengan psikolog bukanlah hal baru bagi saya. Pengalaman pertama saya menjalani konseling dengan psikolog ketika semester akhir masa pendidikan di Australia beberapa tahun lalu. Ketika itu saya merasa stress dan tidak termotivasi karena ada nya masalah pribadi (ya oke saya jujur, waktu itu saya patah hati :D) yang akhirnya membuat kinerja saya di sekolah menurun drastis. Staf student center pada saat itu menyarankan saya untuk konseling  ke psikolog. Yang saya sadari ketika saya bertemu dengan konselor adalah saya bisa menceritakan segala hal yang saya rasakan. Sejujur-jujurnya menumpahkan segala hal yang saya pikirkan dan saya rasakan. Bahkan kisah yang sama yang saya curhatkan kepada teman, saya ceritakan kembali kepada konselor sembari bercucuran air mata. Karena tidak ada hal yang saya tutupi dan perasaan yang harus saya sembunyikan layaknya kalau di depan teman. Tidak ada jaim-jaiman.

Menuruti saran dari sahabat saya dan berkaca pada pengalaman konseling saya sebelumnya, saya memutuskan datang ke psikolog di RSCM Kencana. Pertama kali saya ditangani oleh psikiater, karena sebelum bertemu psikolog, seorang pasien harus mendapat rekomendasi dari psikiater. Saya menjalani beberapa pertemuan dan sesi konseling baik dengan psikiater dan psikolog. Saya juga menjalani test MMPI dan sesi brainspotting. Test MMPI atau Minnesota Multiphasic Personality Inventory adalah tes psikometri yang digunakan untuk mengukur psikopatologi orang dewasa. Dalam test MMPI ini saya harus menjawab sebanyak 567 pertanyaan terkait dengan sosial, moral, agama dan budaya. Sementara brainspotting adalah tehnik terapi yang langsung mengakses subkortek, memori bawah sadar, sehingga lebih cepat untuk mengatasi trauma, pengalaman negatif, emosi negatif, dan pengalaman yang tidak nyaman. 

Jujur saja, tidak semua orang mendukung ketika saya bercerita tentang sesi konseling yang saya jalani. Untuk yang tidak mendukung, mereka menganggap kalau saya lemah ataupun lebay dalam menyikapi hidup. Tapi alasan kuat saya untuk menyehatkan mental saya adalah karena saya sadar saya tidak hidup sendiri. Jiwa saya yang tidak kuat dan tidak positif ini jelas berdampak kepada orang-orang disekitar saya. Saya menjadi pribadi yang pemarah, saya tidak bersemangat sehingga kerja di kantor menurun, dan saya menjadi sosok yang demanding yang takut bila harus sendiri. Bukankah ketika seseorang merupakan pribadi yang utuh dan sehat, dia akan bisa memberi energi positif kepada lingkungan sekitarnya? Itulah tujuan hidup saya, saya hanya ingin menjadi orang yang bermanfaat dan positif bagi orang lain. Saya ingin menjadi teman yang tidak demanding, pasangan yang pengertian, ibu yang penuh kasih sayang untuk keluarga saya kelak, atasan yang menginspirasi anak buah, intinya memperlakukan setiap orang dengan baik apapun peran saya dalam hidup ini. Dan saya juga percaya, ketika seorang pribadi utuh dan sehat, akan banyak welas-asih dan kasih-sayang di dalam dirinya yang bisa ia bagikan keorang lain. 
In this crazy life, don't we all need more care and love?

This is a confession of an ordinary woman.
Tulisan ini merupakan pengakuan yang ga mudah,apalagi berbagai penilaian orang terkait psikolog dan mental health tidak selalu positif. 
Sudah lama sebenarnya saya ingin berbagi tentang hal ini, 
dan sekarang yang ingin saya sampaikan adalah it's ok not to be ok. 
Kalau kamu merasa sendirian dan butuh dukungan, 
carilah teman baik atau keluarga yang bisa memahami keadaan kamu,
carilah ahli yang bisa membantu kamu memecahkan masalah kamu. 
Kalau kamu punya teman yang sepertinya butuh bantuan dan dukungan, 
be gentle to them, they might be struggling  inside.


Last but not least, when everything seems so hard,
you always have your God that will never let you alone.
sebaik-baiknya pelarian adalah ibadah

salam
Wulan


ps: insyallah saya akan cerita lagi lebih lanjut dan lebih detail tentang pengalaman saya terkait mental health ini ya ^^



No comments:

Post a Comment